Start trading with as little as 1$ and open your account free, get $5 reward

PENYIMPANAN BENIH

Program studi agroteknologi

I. PENDAHULUAN

Selama ribuan tahun petani di seluruh dunia telah memproduksi dan menyimpan benih mereka sendiri. Disamping memproduksi makanan untuk keluarga mereka, para petani di seluruh dunia menyimpan benih benih dari tanaman mereka yang tersehat dan terbaik kualitasnya. Dengan meniru proses alami di sekitarnya, para penyimpan benih telah membentuk beranekaragam varietas berkwalitas seperti yang masih kita rasakan pada saat ini.
Penyimpanan benih merupakan salah satu cara yang dapat menunjang keberhasilan penyediaan benih, mengingat bahwa kebanyakan jenis pohon hutan tidak berbuah sepanjang tahun sehingga perlu dilakukan penyimpanan yang baik agar dapat menjaga kestabilan benih dari segi kuantitas maupun kualitasnya (Widodo, 1991).
Menurut Schmidt (2000), tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk menjamin persediaan benih yang bermutu bagi suatu program penanaman bila diperlukan. Jika waktu penyemaian dilaksanakan segera setelah pengumpulan benih maka benih dapat langsung digunakan di persemian sehingga penyimpanan tidak diperlukan. Akan tetapi kasus semacam ini sangat jarang terjadi, hal ini disebabkan karena pada daerah dengan iklim musim yang memiliki musim penanaman pendek sangat tidak memungkinkan untuk langsung menyemai benih, sehingga benih perlu disimpan untuk menunggu saat yang tepat untuk disemai.

II. ISI

Penyimpanan dalam rangka pembenihan mempunyai arti yang luas, karena yang diartikan penyimpanan di sini adalah sejak benih itu mencapai kemasakan fisiologisnya sampai ditanam. Adapun tempat dan waktunya bisa terjadi ketika benih masih berada pada tanaman, di gudang penyimpanan atau dalam rangka pengiriman benih itu ke tempat atau daerah yang memerlukan. Selama dalam penyimpanan karena pengaruh beberapa faktor, mutu benih akan mengalami kemunduran Kartasapoetra(1986) dalam Hario Polije(2009) . Selama penyimpanan benih, proses fisiologis tetap berlangsung sehingga harus diusahakan agar proses ini berjalan seminimal mungkin Hendarto (1996) dalam Hario Polije(2009). Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas benih selama periode simpan yang lama, sehingga benih ketika akan dikecambahkan masih mempunyai viabilitas yang tidak jauh berbeda dengan viabilitas awal sebelum benih disimpan.
Kegiatan penyimpanan benih tidak terlepas dari penggunaan wadah simpan. Menurut Siregar (2000) dalamYudi Harisman (2009), beberapa sifat khusus yang harus diperhatikan dari wadah simpan adalah :
1. Permeabilitas, yaitu kemampuan wadah untuk dapat menahan kelembaban dan gas pada level tertentu
2. Insulasi, yaitu kemampuan wadah untuk mempertahankan suhu
3. Ukuran lubang, yaitu kemampuan wadah untuk bertahan dari serangan serangga dan mikroorganisme yang dapat masuk melalui celah-celah kemasan
4. Kemudahan dalam hal penanganan seperti tidak licin, mudah ditumpuk, mudah dibuka, ditutup, disegel dan mudah dibersihkan.
5. Biaya, harus diperhitungkan dengan nilai nominal dari benih sendiri
Wadah simpan pada dasarnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) macam yakni wadah yang kedap udara dan wadah yang permeable Widodo(1991) dalam Yudi Harisman (2009). Wadah kedap adalah wadah yang tidak memungkinkan lagi terjadi pertukaran udara antara benih yang disimpan dengan lingkungannya, sedangkan wadah permeabel adalah wadah yang masih memungkinkan terjadinya pertukaran udara antara benih dengan lingkungannya.
Menurut Siregar (2000) dalam Yudi Harisman (2009)., contoh dari wadah yang permeabel adalah karung goni, kantong kain, karung nilon, keranjang, kotak kayu, kertas, karton dan papan serat yang tidak dilapisi lilin. Sedangkan wadah yang tidak permeabel adalah kaleng logam, botol dan gelas. Justice dan Bass (1979) dalam Yudi Harisman (2009)., mengemukakan bahwa penggunaan wadah dan cara simpan benih sangat tergantung pada jenis, jumlah benih, teknik pengepakan, lama penyimpanan, suhu ruang simpan dan kelembaban ruang simpan.
Berapa lama benih dapat disimpan sangat tergantung pada kondisi benih dan lingkungannya sendiri. Beberapa tipe benih tidak mempunyai ketahanan untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama atau sering disebut benih rekalsitran. Sebaliknya benih ortodoks mempunyai daya simpan yang lama dan dalam kondisi penyimpanan yang sesuai dapat membentuk cadangan benih yang besar di tanah Schmidt (2000) dalam Yudi Harisman (2009).. Meskipun tipe ortodoks dan rekalsitran relatif jelas perbedaannya, daya tahan benih untuk bertahan pada saat penyimpanan meliputi variasi yang luas, dari yang sangat rekalsitran, intermediate sampai ortodoks. Pada umumnya semakin lama benih disimpan maka viabilitasnya akan semakin menurun. Mundurnya viabilitas benih merupakan proses yang berjalan bertingkat dan kumulatif akibat perubahan yang diberikan kepada benih mengemukakan bahwa periode penyimpanan terdiri dari penyimpanan jangka panjang, penyimpanan jangka menengah dan penyimpanan jangka pendek. Penyimpanan jangka panjang memiliki kisaran waktu puluhan tahun, sedangkan penyimpanan jangka menengah memiliki kisaran waktu beberapa tahun dan penyimpanan jangka pendek memiliki kisaran waktu kurang dari satu tahun. Tidak ada kisaran pasti dalam periode penyimpanan, hal ini disebabkan karena periode penyimpanan sangat tergantung dari jenis tanaman dan tipe benih itu sendiri.
Ketahanan benih untuk disimpan beragam tergantung dari jenis, cara dan tempat penyimpanan Sutopo (1988) dalamHario Polije(2009). Dalam kegiatan penanganan benih, secara umum benih dikelompokkan ke dalam dua golongan utama sesuai dengan kondisi penyimpanan yang dituntut, yaitu benih recalsitrant dan benih orthodox. Benih orthodox mampu disimpan dalam waktu yang lama pada kadar air benih yang rendah (2 – 5%) dan suhu penyimpanan yang rendah. Benih recalsitrant adalah benih yang viabilitasnya segera turun sampai nol jika disimpan dalam waktu yang lama dan kadar air yang rendah. Pada benih recalsitrant, kadar air benih pada waktu masak lebih dari 30% sampai 50%, dan sangat peka terhadap pengeringan di bawah 12% sampai 30%. Kelompok species yang benihnya tahan terhadap pengeringan sampai kadar air benih yang rendah seperti pada benih orthodox, tetapi sangat peka terhadap suhu penyimpanan yang rendah, belakangan ini dikelompokkan dalam benih intermediate (Ellis et al., 1990 dalam Schmidt, 2000).
Menurut Schmidt (2000) dalam Hario Polije (2009), benih orthodox tahan terhadap pengeringan dan suhu penyimpanan yang rendah, yaitu pada suhu 0 – 5o C dengan kadar air benih 5 – 7%. Dalam kondisi penyimpanan yang optimal, benih yang orthodox akan mampu disimpan sampai beberapa tahun. Pada saat masak, kadar air benih pada kebanyakan benih orthodox sekitar 6 – 10%. Benih orthodox banyak ditemukan pada zona arid, semi arid dan pada daerah dengan iklim basah, di samping itu juga ada yang ditemukan pada zona tropis dataran tinggi. Menurut Schmidt (2000), benih recalsitrant didefinisikan sebagai benih yang tidak tahan terhadap pengeringan dan suhu penyimpanan yang rendah, kecuali untuk beberapa species temperate recalsitrant. Tingkat toleransinya tergantung dari species masing-masing, umtuk benih species dari daerah tropik kadar air benih yang dianjurkan untuk penyimpanan adalah 20 – 35% dan suhu penyimpanan 12 – 15o C. kebanyakan benih recalsitrant hanya mampu disimpan beberapa hari sampai dengan beberapa bulan. Benih recalsitrant pada waktu masak, kadar air benih sekitar 30 – 70%. Benih recalsitrant banyak ditemukan pada species dari zona iklim tropis basah, hutan hujan tropis, dan hutan mangrove, beberapa ditemukan pada zona temperate dan sedikit ditemukan pada zona panas.
Benih yang diproduksi dan diproses seringkali tidak langsung ditanam tetapi disimpan dahulu untuk digunakan pada musim tanam berikutnya, di samping itu ada pula benih yang memang perlu disimpan dalam waktu tertentu terlebih dahulu sebelum ditanam yaitu benih yang mengalami after ripening. Untuk menghambat laju deteriorasi maka benih ini harus disimpan dengan metode tertentu agar benih tidak mengalami kerusakan ataupun penurunan mutu.
Kunci keberhasilan penyimpanan benih ortodoks seperti jagung terletak pada pengaturan kadar air dan suhu ruang simpan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Harrington (1972) danDelouche (1990) dalam M. Azrai (dkk.). Namun demikian, suhu hanya berperan nyata pada kondisi kadar air di mana sel-sel pada benih memiliki air aktif (water activity)yang memungkinkan proses metabolisme dapat berlangsung. Proses metabolisme meningkat dengan meningkatnya kadar air benih, dandipercepat dengan meningkatnya suhu ruang simpan. Peningkatan metabolisme benih menyebabkan kemunduran benih lebih cepat (Justiceand Bass 1979). Kaidah umum yang berlaku dalam penyimpanan benih menurut Matthes et al. (1969) adalah untuk setiap 1% penurunan kadar air,daya simpan dua kali lebih lama. Kaidah ini berlaku pada kisaran kadar air5-14%, dan suhu ruang simpan tidak lebih dari 40oC.
Secara praktis, benih dapat disimpan pada suhu kamar (28oC) atauruang sejuk (12oC), bergantung pada lama penyimpanan dan kadar air benihyang akan disimpan. Apabila daya berkecambah benih dipertahankan diatas 80% (sesuai standar daya berkecambah), maka kadar air benih harus12% (dapat dicapai melalui pengeringan dengan sinar matahari pada musimkemarau) agar daya berkecambah benih masih dapat dipertahankansampai 10 bulan penyimpanan pada suhu kamar (28oC). Kalau kadar airbenih dapat diturunkan hingga 10%, daya berkecambah benih dapatdipertahankan sampai 14 bulan, dan lebih dari 14 bulan kalau kadar airbenih pada saat disimpan 8%. Daya berkecambah benih setelahpenyimpanan 14 bulan masih tinggi (89,3%). Di lain pihak, pada kadar air14%, benih hanya tahan disimpan selama delapan bulan, dan pada kadarair 16% hanya tahan disimpan sampai empat bulan. (M. Azrai, dkk)
Penyimpanan pada suhu sejuk (12oC), daya berkecambah benih masih di atas 80% dengan kadar air 16% dan dapat bertahan selama enam bulan. Apabila kadar air diturunkan menjadi 14%, benih akan bertahan sampai 12bulan dan pada kadar air 8-12% dapat bertahan sampai 18 bulan. Daya simpan benih selain bergantung pada suhu ruang simpanjuga bergantung pada kadar air awal. Jika disimpan pada kadar air <10%pada>oC, daya berkecambah masih di atas 80% sampaipada penyimpanan 16 bulan. Jika kadar air dinaikkan menjadi 12%, dayaberkecambah benih pada penyimpanan 16 bulan hanya sekitar 60%, padakadar air 14% daya berkecambahnya hanya 40%, bahkan pada kadar 16%benih sudah tidak berkecambah setelah penyimpanan enam bulan. (M.Azrai, dkk)


III. PENUTUP

Sebagai penutup dalam makalah ini bahwapenyimpanan benih merupakan salah satu cara yang dapat menunjang keberhasilan penyediaan benih. Penyimpanan ini mempunyai tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk menjamin persediaan benih yang bermutu bagi suatu program penanaman bila diperlukan dan untuk mempertahankan viabilitas benih selama periode simpan yang lama, sehingga benih ketika akan dikecambahkan masih mempunyai viabilitas yang tidak jauh berbeda dengan viabilitas awal sebelum benih disimpan.
Penyimpanan pada suhu sejuk (12oC), daya berkecambah benih masihdi atas 80% dengan kadar air 16% dan dapat bertahan selama enam bulan.Apabila kadar air diturunkan menjadi 14%, benih akan bertahan sampai 12bulan dan pada kadar air 8-12% dapat bertahan sampai 18 bulan Namun demikian, suhu hanya berperan nyata pada kondisi kadar air di mana sel-sel pada benih memiliki air aktif (water activity)yang memungkinkan proses metabolisme dapat berlangsung. benih dapat disimpan pada suhu kamar (28oC) atauruang sejuk (12oC), bergantung pada lama penyimpanan dan kadar air benihyang akan disimpanApabila daya berkecambah benih dipertahankan diatas 80% (sesuai standar daya berkecambah), maka kadar air benih harus12% (dapat dicapai melalui pengeringan dengan sinar matahari pada musimkemarau) agar daya berkecambah benih masih dapat dipertahankansampai 10 bulan penyimpanan pada suhu kamar (28oC)
keberhasilan penyimpanan benih ortodoks seperti jagung terletak pada pengaturan kadar air dan suhu ruang simpan


DAFTAR PUSTAKA
M. Azrai, Rahmawati, Ramlah Arief dan Sania Saenong. Pengelolaan Benih Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind/bjagung/sebelas.pdf diakses pada tanggal 9 Juni 2010.
Hendarto(1996), Kartasapoetra(1986), Schmidt (2000), Sutopo(1988) dalam Hario Polije. 2009. Penyimpanan benih (seed storage).http://hariopolije.blogspot.com/2009/04/hmmm.html. diakses pada tanggal 9 Juni 2010.
Justice and Bass(1979), Schmidt, L(2000), Siregar, S.T(2000), Widodo, W (1991) dalam Yudi Harisman, 2009. Wadah dan Lama Penyimpanan Benih. http://forester-rimbawan.blogspot.com/2009/05/wadah-dan-lama-penyimpanan-benih.html diakses pada tanggal 9 Juni 2010.
Yayasan IDEP, Lembaran Fakta Yayasan Idep Tentang Penyimpanan Benih Dan Perkembangbiakan Tanaman.http://www.idepfoundation.org/indonesia/ download_files/ seed_ saving/Fsheet_seeds_indo.pdf diakses pada tanggal 9 Juni 2010.